Kamis, 22 Desember 2011

PERANG ATJEH



[258]
Perang Aceh (1873-1914 M), dilakukan setelah runtuhnya Negara Gereja Vatikan (1869 M) dan terbukanya Terusan Suez (1869 M). Dengan dikuasainya Aceh jalur niaga dari Nusantara dan Timur Tengah menjadi dekat dan Aceh adalah yang menghubungkan Asia, Afrika dan Eropa.


[262]
Perang Aceh meletus karena adanya perjanjian hubungan diplomatik antara Kesultanan Aceh dengan Konsul Amerika Serikat di Singapura, juga bekerja sama dengan Italia. Akibatnya pada Maret dan April 1873 M 8000 pasukan Belanda menduduki Aceh. M.C. Ricklefs menuliskan 80 orang serdadu Belanda mati termasuk Djenderal Kohler.

[264]
Belanda mengadakan politik pecah belah, dengan keberpihakannya Oeloebalang pada Belanda, serdadu Belanda mengumumkan perang Aceh telah berakhir pada 1881 M.

[266]
Kelanjutan dari perang Aceh yaitu pada saat para ulama dan umat Islam di Aceh di bawah pimpinan Tengku Tjik Di Tiro (1252-1308 H/1836-1891 M) menyatakan perang sabil melawan kafir Belanda.

Perang Aceh sebenarnya berakhir bersamaan dengan berakhirnya penjajahan Belanda yang menyerah pada Dai Nippon pada kapitulasi di Kalijati Subang pada 20 Safar 1361 H/8 Maret 1942 M. Pada saat penyerahan Belanda diwakili oleh Djenderal Terpoorten dan Gubernur Djenderal Tjarda van Stankenborg Satchborgh yang diserahkan pada Letnan Jenderal Immamura.

Perang Aceh berlangsung hingga 1942 M berproses sekitar 71 tahun (1290-1361 H/1873-1942 M) operasi militer berlangsung hingga 1904 M jika ditinjau dari tertangkapnya Tjoet Nja Dhien (istri dari Toekoe Oemar, setelah tertangkap kemudian dibuang ke Sumedang) namun perang Geriliya berlanjut hingga 1942 M.

[268]
Pendistorsian Perang Aceh, tulisan Frater Amator dan A. Silaen dalam Sejarah Indonesia untuk sekolah Kanisius, 1952 M. “Sesudah perang Aceh, Van Heutz diangkat menjadi Wali Negara ia merubah cara pemerintahan di Indonesia sampai saat itu pemerintah menumpahkan perhatiannya kepada pulau Jawa saja. Pulau-pulau seberang tidak diindahkannya. Sebab banyak pula kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan disana-sini perampokan, pembongkaran dan penyerobotan dilakukan setiap hari. Penduduk diperas oleh Raja-rajanya sendiri, sampai mereka seriang meminta bantuan dari Gubernemen keselamatan tiap-tiap orang tidak terjamin. Van Heutz berkehendak bahwa keselamatan tiap-tiap penduduk mesti terjamin dibawah Belanda. Ia bertindak dengan kekerasan, dipaksanya 250 orang Raja-raja untuk menanda tangani ‘Perjanjian Pendek’ _Korte Varklaring_ sejak itu penduduk bersama sama dengan aman dan sentosa”.

[271]
Dikatakannya pula bahwa rakyat Aceh hidup tertindas dan dirampok oleh Raja-raja Islam Aceh.

Kesulitannya Belanda melawan kekuatan Islam dari para Ulama dan Santri, akhirnya van Houtz mendatangkan Prof. Dr. Snouck Hurgronje (1837-1936 M) penasihat Belanda, pakar bahasa Arab dan agama Islam dari Uni Leiden. Snouck berpura pura masuk Islam dengan nama Abdul Gafar ia pernah tinggal di Jeddah (1884 M) untuk mempelajari Islam, kemudian ke Makkah di sini ia tinggal 6 bulan. Snouck berpendapat, “ hanya dengan menghancurkan seluruh kekuatan ulama, serdadu dan Kolonial Belanda akan berhasil menguasai Aceh; di tiap kampung, pesantren dan masjid yang didatangi oleh Belanda harus dilancarkan genocide”.

Snouck berpendapat tentang Makkah “ Makkah bukan hanya tempat study ajaran agama, tetapi merupakan medan kongres politik umat islam sedunia”.


Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakan NKRI
Ahmad Mansur Suryanegara
PT. Salamadani Pustaka Semesta
2009 M|Bandung

Tidak ada komentar: